Beberapa hari yang lalu, saya
ditelpon oleh orang tua. Mereka menanyakan kabar tentang bagaimana kondisi
malang ditengah wabah Covid-19. Yaa saya jelaskan apa yang terjadi. Akhirnya dipenghujung
obrolan, seperti biasa Ibu mengingatkan saya untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan, terutama lebih sering untuk mengaji (hehehe). Yaa sudahlah saya
lakukan itu. Saya mulai ngaji, walaupun tidak ngaji Al-Qur`an. Tetapi saya
mengikuti “Ngaji Filsafat” yang diselenggarakan oleh Masjid Jendral Soedirman
Yogyakarta melalui Youtube (Ngaji Filsafat ini juga ada di Spotify). Dan akhirnya,
saya memilih tema tentang Neo-Atheisme. Tapi kali ini bukan tentang
Neo-Atheisme yang akan saya bahas, melainkan tentang point terpenting dari
Atheisme yaitu Akal. Yaa kita semua tahulah bahwa para penganut atheism ini sangat
menjunjung tinggi akal. Akal juga yang membuat mereka tidak percaya akan adanya
Tuhan.
Agama sangat erat kaitannya dengan Iman.
Tidak mungkin manusia yang beragama tidak beriman. Iman inilah yang dijadikan
salah satu dasar untuk menolak agama. Karena menurut kaum Atheis, Iman selalu
kontradiktif dengan akal atau bahasa gampangnya, Iman selalu bertentangan dengan
akal. Akal selalu tunduk kepada Iman. Apakah akan selalu begitu?
Agama
Meracuni Pikiran
Menurut kaum Atheis, agama membuat
kita menomorduakan akal atau logika. Kita juga bisa melihat bagaimana Iman
membuat kita tidak bisa melihat dunia ini dengan akal sehat. Sebagai contoh
adalah masih ada masyarakat Indonesia yang mengategorikan bencana alam sebagai
azab tuhan. Ketika kita menganggap bencana alam adalah azab dari tuhan, maka
secara tidak langsung kita merespon untuk tidak melakukan tindakan pencegahan
lebih dini terhadap bencana alam. Karena kita tidak akan tahu kapan azab Tuhan
akan turun. Akhirnya, korban pun tidak bisa diminimalisir. Tetapi, hal lain
akan terjadi jika kita merespon bencana alam tersebut dengan menggunakan akal
dan logika kita. Dengan menggunakan Logika, kita akan mencari sebab kenapa
terjadinya bencana alam tersebut dan akhirnya akan meminimalisir dampak dari
bencana alam tersebut. Kebanyakan masyarakat yang beragama Indonesia sekarang
tidak maksimal dalam menggunakan akalnya dan menghasilkan kepatuhan atau
keimanan yang buta kepada agamanya. Seperti yang ditulis oleh Charles Kimball
dalam bukunya yang berjudul “When
Religion Becomes Evil”, salah satu factor yang membuat agama menjadi
bencana adalah kepatuhan buta.